Tuesday, 10 June 2025

MENJAMA' DAN QOSHOR SHOLAT BAGI MUSAFIR

 PERMASALAHAN JAMA’ DAN QOSHAR SHOLAT

Bila engkau berpergian jauh namun belum yakin jarak antara rumahmu dg tujuanmu 82 km, maka belum dibolehkan bagimu untuk mengqoshor sholat...

Bila engkau berpergian jauh dan yakin bahwa jarak tempat tujuanmu sudah melebihi 82 km maka kau boleh mengqoshor sholat, boleh pula tetap sholat dg sempurna...

Bila engkau tahu jaraknya melebihi 123 km, maka lebih afdhol bagimu untuk mengqoshor sholat daripada sholat sempurna...


Bila engkau menempuh perjalanan jauh dalam waktu yg lama, seperti naik kapal hingga berbulan-bulan maka lebih afdhol bagimu untuk menyempurnakan sholat dari pada mengqoshornya...

Engkau boleh mengqoshor sholat meskipun jarak yg jauh tsb dapat kau tempuh dalam waktu singkat dan tanpa kelelahan, dg naik pesawat misalkan...

Dan bila waktu sholat hampir habis maka wajib bagimu mengqoshor sholat...

Bila ada 2 jalur untuk tempat tujuanmu, yg satu tidak mencapai 82 km, yg satu melebihi 82 km, boleh kau memilih jarak yg jauh untuk dapat mengqoshor sholat...

Dan sejak engkau keluar dari batas desa, sudah boleh mengqoshor sholat, walaupun jarak antara rumahmu dan batas desamu belum mencapai 1 km....

Bila engkau kembali masuk ke desamu, maka hilanglah status safar sehingga engkau menjadi seorang yang mukim, baik kau masuk ke desamu untuk berniat mukim atau untuk menunaikan hajat tertentu atau sekedar melewati saja...

Bila tujuan berpergianmu untuk bermaksiat, diharamkan bagimu mengqoshor sholat, meskipun di perjalanan ada ketaatan yg kau lakukan...

Bila tujuan berpergianmu untuk kebaikan atau kewajiban atau untuk hal2 yg dibolehkan, boleh engkau mengqoshor sholat, meskipun di perjalanan ada keharaman yg kau lakukan....

Bila tujuanmu bercampur antara kemaksiatan dan kebaikan, seperti untuk melihat yg diharamkan sekaligus silaturrahim, tidak diperbolehkan bagimu mengqoshor sholat...

Bila tujuanmu semula untuk bermaksiat, lalu engkau bertaubat, maka, bila jarak antara tempatmu bertaubat hingga tujuanmu mencapai 82 km boleh engkau mengqoshor sholat...bila kurang dari itu maka tidak boleh...

Bila berpergianmu semula untuk kebaikan, lalu berubah menjadi kemaksiatan maka tidak boleh lagi mengqoshor sholat...barulah diperbolehkan kembali bila engkau bertaubat, dan jarak 82 km dihitung dari tempatmu berangkat, bukan dari tempatmu bertaubat...

Termasuk berpergian yg maksiat adalah seorang istri yg lari dari kewajibannya kepada suami (nusyuz), anak yg menghindari kewajiban taat pada orang tua, ayah yg pergi dari kewajibannya sebagai sebagai kepala keluarga, berpergian untuk membantu orang maksiat, berpergian dg uang haram, berpergian untuk meninggalkan sholat jum'at,  berpergian untuk mendzolimi orang lain, untuk memberi kesaksian palsu, untuk menjalankan transaksi haram, untuk menonton kemaksiatan, dsb...

Bila engkau berpergian untuk tujuan yg jelas seperti untuk kewajiban membayar utang, berobat, jihad, mencari ilmu, naik haji...untuk kesunnahan silaturahim, ziaroh...untuk kebolehan berdagang, melepas penat, rekreasi...untuk kemakruhan seperti berpergian sendirian di malam hari...maka boleh bagimu mengqoshor sholat...

Bila berpergianmu tidak memiliki tujuan yg jelas, seperti hanya untuk berputar-putar, hanya untuk menghabiskan waktu, dsb, maka haram bagimu mengqoshor sholat, meskipun jarak yg kau tempuh mencapai ribuan kilometer...

Termasuk bila engkau bingung dan tidak tahu ke mana akan pergi, atau engkau mencari barang /orang hilang yang masih belum diketahui tempatnya, maka tidak boleh bagimu melakukan qoshor meskipun perjalananmu hingga berhari-hari...

Bila engkau berhenti di suatu tempat, dan niat menginap di sana selama 4 hari atau lebih, atau karena sebuah urusan yg engkau tahu akan selesai selama 4 hari atau lebih, maka sejak sampai di batas desa tempat itu, engkau bukan lagi musafir, tetapi muqim, maka wajib sholat dg sempurna...sedangkan bila engkau niat menginap 1, 2, atau 3 hari, maka selama itu boleh terus mengqoshor sholat...

Bila engkau berhenti di suatu tempat dan niat menginap di sana selama 3 hari, lalu setelah 3 hari ternyata engkau ingin menginap satu dua hari lagi, maka 3 hari boleh menqoshor dan pada hari keempat sudah tidak boleh lagi...

Bila engkau berhenti di suatu tempat untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan engkau tidak tahu secara pasti kapan akan selesai, sudah kau perkirakan akan selesai dalam 3 hari, namun ternyata meleset dan tak kunjung selesai, maka kau boleh terus mengqoshor sholatmu selama 18 hari...

Bila engkau menginap di suatu tempat selama 2 hari, lalu sholat qoshor, lalu di tengah sholat engkau merubah niat menginap menjadi 4 hari atau lebih, maka wajib melanjutkan sholatmu dg sempurna...

Ketika sholat, wajib bagimu niat qoshor saat takbirotul ihrom...apabila engkau lupa atau ragu dg niat qoshormu di tengah sholat, maka wajib melanjutkan sholat dg rokaat yg sempurna...

Bila berjamaah, bermakmumlah di belakang imam yg engkau tahu dg pasti ia akan mengqoshor sholat....hindari bermakmum di belakang orang yg sholat sempurna atau di belakang musafir yg engkau tidak tahu ia mengqoshor sholatnya atau tidak...

Bila ternyata engkau bermakmum di belakang orang yg sholat sempurna, maka sholatmu tidak batal, niat qoshormu sajalah yg batal, jadi kau harus ikut sholat dg sempurna, meskipun kau hanya bermakmum dengannya saat tasyahud akhir...

Begitupun jika engkau bermakmum di belakang musafir yg engkau ragukan dia sholat qoshor atau tidak, maka wajib bagimu sholat dg sempurna, meskipun akhirnya kau tahu imam sholat dg qoshor...

Bila engkau menjadi imam dan ada yg hendak bermakmum denganmu, maka tak perlu engkau tolak...tetaplah sholat dg qoshor dan biarkan makmum menyempurnakan sholatnya sesudah engkau salam...dan selesai sholatmu disunnahkan bagimu mengingatkan makmum untuk menyempurnakan rokaatnya...

Bila engkau menjamak taqdim maka wajib berurutan, dzuhur dulu baru asar, maghrib dulu baru isya'...apabila tidak urut, maka shalat yang didahulukan dianggap batal jika disengaja dan tahu...namun jika tidak disengaja dan tidak tahu, maka shalat yang didahulukan menjadi shalat sunnah mutlak...

Dan wajib muwalah (berkesinambungan)...antara dua sholat itu tidak boleh berselang waktu yg lama melebihi kadar mengerjakan sholat 2 rokaat...

Misalkan di antara 2 sholat tsb engkau berhadas, maka segera wudhu, asalkan wudhumu tidak melebihi kadar waktu sholat 2 rokaat, maka tidak membatalkan muwalah...

Bila tidak muwalah maka sholat yg pertama tetap sah, namun sholat yg kedua wajib dilakukan di waktu yg kedua...

Boleh juga engkau tambah dg sholat sunnah rowatib, sehingga kau kerjakan dulu qobliyah dzuhur lalu fardlu dzuhur lalu fardlu asar lalu ba'diyah dzuhur lalu qobliyah asar...atau boleh juga setelah sholat fardlu dzuhur dan asar, engkau kerjakan qobliyah dzuhur, lalu ba'diyah dzuhur lalu qobliyah asar...

Bila engkau hendak menjamak ta'khir dzuhur dg asar, maka wajib bagimu niat ta'khir ketika masih berada di waktu dzuhur, demikian pula bila menjamak ta'khir sholat maghrib dg isya', wajib niat ta'khir di waktu maghrib...

Batas niat ta'khir, menurut ar Ramli adalah hingga masih ada waktu yg cukup untuk melakukan sholat secara sempurna...menurut Ibnu Hajar hingga masih ada waktu untuk mengerjakan satu rokaat...

Bila engkau meninggalkan niat ta'khir di waktu yg pertama, maka sholat dzuhurmu dan sholat maghribmu menjadi sholat qodho'...engkau tidak boleh lagi menjamaknya dg sholat yg kedua, namun masih boleh diqoshor...

Ketika jamak ta'khir boleh engkau kerjakan tidak urut, dan boleh tidak muwalah...

Boleh saja engkau melakukan qoshor tanpa jamak, boleh juga jamak saja tanpa qoshor, boleh juga menggabung jamak dan qoshor, boleh juga menjamak sholat satunya sempurna satunya qoshor...

Bila sesudah sampai di tempat tujuanmu, lalu engkau pulang, maka boleh bagimu mengqoshor sholat selama perjalanan pulang sampai sebelum masuk di batas desamu...

Bila engkau telah mengerjakan dua sholat dg jamak taqdim, lalu sampai di rumahmu sebelum tiba waktu yg kedua, maka engkau sudah tidak perlu mengulang sholat yg kedua...

Bila engkau membatalkan perjalananmu sebelum sampai tempat tujuanmu, maka pada perjalanan pulangmu tidak lagi diperbolehkan mengqoshor sholat apabila jarak yg kau tempuh belum mencapai 82 km...

Bila engkau tidak jadi melanjutkan perjalanan dan kembali pulang maka sholat qoshor yg sudah kau kerjakan tidak wajib untuk diqodho', meskipun jarak perjalananmu masih dekat....

وخرج بقولنا ولم يختلف فى جواز قصره .من اختلف فى جواز قصره كملاح يسافر فى البحر ومعه عياله فى سفينة ومن يديم السفر مطلقا كالساعى فإن الاتمام افضل له خروجا من خلاف من اوجبه كالإمام احمد رضي الله عنه

(حاشية الباجوري ج ١ ص ٢٠١)

 

القصر للمسافر افضل ان بلغ سفره ثلاث مراحل و ليس مديما له و لا ملاحا اى سفانا معه عياله فى السفينة و الا فالاتمام افضل بل يكره له القصر

(كاشفة السجا ص ٩٢)

 

قال الشافعي والأصحاب رحمهم الله شرط القصر أن لا يقتدي بمتم فمن اقتدى بمتم في لحظة من صلاته لزمه الإتمامه سواء كان المتم مقيما أو مسافرا نوى الإتمام أو ترك نية القصر ودليله في الكتاب ويتصوره الاقتداء بالمتم في لحظة في صور (منها) أن يدركه قبل السلام أو يحدث الإمام عقب إحرام المأموم أو ينوي مفارقته عقب الاقتداء أو نحو ذلك

(المجموع ج ٣ ص ٣٥٦)

 

السؤال: ما المدة التي يجوز للمسافر أن يجمع ويَقْصُر فيها الصلاة ؟ الجواب: الحمد لله، والصلاة والسلام على سيدنا رسول الله...من سافر سفرًا مباحًا مسافة (٨١ كم) فأكثر؛ جاز له القصر والجمع إلى أن يحصل واحد من الأمور الآتية : ( ١ ) أن ينوي الإقامة المطلقة في المكان الذي وصل إليه؛ فينتهي في حقه القصر والجمع بمجرد وصوله ذلك المكان.( ٢ ) أن ينوي الإقامة في مكان أربعة أيام فأكثر غير يومي الدخول والخروج؛ فهذا ينقطع سفره بمجرد وصوله إلى المكان الذي نوى فيه الإقامة، وينتهي في حقه القصر والجمع، أما إذا نوى الإقامة أقل من أربعة أيام غير يومي الدخول والخروج؛ فإنه يقصر ويجمع. ( ٣) إذا نوى إقامة ثلاثة أيام غير يومي الدخول والخروج، ولكنه اضطر إلى تمديد إقامته أكثر من ذلك، فينقطع سفره بمضي اليوم الثالث؛ فلا يجوز له القصر والجمع بعد ذلك.( ٤ ) إذا لم يعلم متى تنقضي حاجته من سفره بالضبط، لكنه توقع انقضاءها قبل مضي أربعة أيام، ولم يصدق توقعه فطالت المدة؛ فيجوز له أن يقصر ويجمع إلى ثمانية عشر يومًا.

أما دليل التحديد بثلاثة أيام؛ فحديث العلاء بن الحضرمي رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (يُقِيمُ الْمُهَاجِرُ بِمَكَّةَ بَعْدَ قَضَاءِ نُسُكِهِ ثَلَاثًا) متفق عليه. قالوا: "وكان يحرم على المهاجرين الإقامة بمكة ومساكنة الكفار؛ فالترخص في الثلاث يدل على بقاء حكم السفر، بخلاف الأربعة".وأما دليل التحديد بثمانية عشر يومًا في حالة التردد في وقت انقضاء الحاجة؛ فهو مدة إقامة النبي صلى الله عليه وسلم عام الفتح بمكة وهو يَقْصُرُ الصلاة.

(دار الافتاء رقم الفتوى ١٤ التاريخ ٠٣/٠٣/٢٠٠٩)

 

(فرع) في مذاهب العلماء في المسافة المعتبرة لجواز القصر قد ذكرنا أن مذهبنا أنه يجوز القصر في مرحلتين وهو ثمانية وأربعون ميلا هاشمية ولا يجوز في أقل من ذلك وبه قال ابن عمر وابن عباس والحسن البصري والزهري ومالك والليث بن سعد وأحمد وإسحاق وأبو ثور وقال عبد الله بن مسعود وسويد بن غفلة بفتح الغين المعجمة والفاء والشعبي والنخعي والحسن بن صالح والثوري وأبو حنيفة لا يجوز القصر إلا في مسيرة ثلاثة أيام وعن أبي حنيفة أنه يجوز في يومين وأكثر الثالث وبه قال أبو يوسف ومحمد وقال الأوزاعي وآخرون يقصر في مسيرة يوم تام قال ابن المنذر به أقول وقال داود يقصر في طويل السفر وقصيره قال الشيخ أبو حامد حتى قال لو خرج إلى بستان خارج البلد قصر واحتج لداود بإطلاق الكتاب والسنة جواز القصر بلا تقييد للمسافة اهـ

(المجموع ج ٤ ص ٢١٤)

 

ومن قصد سفرا طويلا فسار ثم نوى رجوعا انقطع ، فإن سار فسفر جديد ( ومن قصد سفرا طويلا فسار ثم نوى ) وهو مستقل ماكث ( رجوعا ) عن مقصده إلى وطنه أو غيره للإقامة ( انقطع ) سفره ، سواء أرجع أم لا ؛ لأن النية التي استفاد بها الترخص قد انقطعت وانتهى سفره ، فلا يقصر ما دام في ذلك المنزل كما جزموا به

(مغني المحتاج ج ١ ص ٢٦٨)

 

( فإن سار ) إلى مقصده الأول أو غيره ( فسفر جديد ) فإن كان طويلا قصر بعد مفارقة ما تشترط مفارقته وإلا فلا ، وكنية الرجوع في ذلك التردد فيه ، نقله في المجموع عن البغوي وأقره . أما لو رجع لحاجة ففيه تفصيل تقدم ، أو وهو سائر فلا أثر لنيته كما مر

(مغني المحتاج ج ١ ص ٢٦٨)

 

وعدم المعصية سواء أكان السفر طاعة أم مكروها أم مباحا ولو سفر نزهة

(نهاية المحتاج ص ج ٦ ص ١٥٦)

 

(الثالثة) لو كان له إلى مقصده طريقان يبلغ احدهما مسافة القصر والثانى لا يبلغها فسلك الطريق الطويل نظر ان كان لغرض كخوف أو حزونة في القصير أو قصد زيارة أو عبادة في الطويل فله القصر ولو قصد التنزه فكذلك وعن الشيخ ابى محمد رحمه الله تعالى تردد في اعتباره وان قصد الترخص ولم يكن له غرض سواه ففى المسألة طريقان (اظهرهما) أن في الترخص قولين (احدهما) انه يترخص وبه قال أبو حنيفة والمزنى وهو نصه في الاملاء لانه سفر مباح فأشبه سائر الاسفار (واصحهما) انه لا يترخص لانه طول الطريق علي نفسه من غير غرض فصار كما لو سلك الطريق القصير وكان يذهب يمينا وشمالا وطول على نفسه حتي بلغت المرحلة مرحلتين فانه لا يترخص

(الشرح الكبير للرافعي ج ٤ ص ٤٦)

 

وجواز قصر الصلاة الرباعية (بخمس شرائط) الأول (أن يكون سفره) أي الشخص (في غير معصية) هو شامل للواجب كقضاء دين، وللمندوب كصلة الرحم، وللمباح كسفر تجارة، أما سفر المعصية كالسفر لقطع الطريق فلا يترخص فيه بقصر ولا جمع (و) الثاني (أن تكون مسافته) أي السفر (ستة عشر فرسخاً) تحديداً في الأصح ولا تحسب مدة الرجوع منها، والفرسخ ثلاثة أميال، وحينئذ فمجموع الفراسخ ثمانية وأربعون ميلاً، والميل أربعة آلاف خطوة، والخطوة ثلاثة أقدام، والمراد بالأميال الهاشمية (و) الثالث (أن يكون) القاصر (مؤدياً للصلاة الرباعية) أما الفائتة حضراً فلا تقضى فيه مقصورة، والفائتة في السفر تقضى فيه مقصورة لا في الحضر (و) الرابع (أن ينوي) المسافر (القصر) للصلاة (مع الإحرام) بها (و) الخامس (أن لا يأتم) في جزء من صلاته (بمقيم) أي بمن يصلي صلاة تامة ليشمل المسافر المتم (ويجوز للمسافر) سفراً طويلاً مباحاً (أن يجمع بين) صلاتي (الظهر والعصر) تقديماً وتأخيراً وهو معنى قوله (في وقت أيهما شاء و) أن يجمع (بين) صلاتي (المغرب والعشاء) تقديماً وتأخيراً وهو معنى قوله (في وقت أيهما شاء)

(فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب ص ٩٤)

 

وشروط جمع التقديم ثلاثة: الأول أن يبدأ بالظهر قبل العصر، وبالمغرب قبل العشاء، فلو عكس كأن بدأ بالعصر قبل الظهر مثلاً لم يصح، ويعيدها بعدها إن أراد الجمع. والثاني نية الجمع أول الصلاة الأولى بأن تقترن نية الجمع بتحرمها، فلا يكفي تقديمها على التحرم، ولا تأخيرها عن السلام من الأولى، وتجوز في أثنائها على الأظهر. والثالث الموالاة بين الأولى والثانية بأن لا يطول الفصل بينهما، فإن طال عرفاً ولو بعذر كنوم، وجب تأخير الصلاة الثانية إلى وقتها، ولا يضر في الموالاة بينهما فصل يسير عرفاً، وأما جمع التأخير، فيجب فيه أن يكون بنية الجمع، وتكون النية هذه في وقت الأولى، ويجوز تأخيرها إلى أن يبقى من وقت الأولى زمن لو ابتدئت فيه كانت أداء، ولا يجب في جمع التأخير ترتيب، ولا موالاة ولا نية جمع على الصحيح في الثلاثة

(فتح القريب ٩٤)

 

وحاصل ما يقال فيه أنه رجع بعد سفره من مسافة القصر إلى وطنه انتهى سفره بمجرد وصول السور إن كان، سواء نوى الاقامة به أم لا، كان له فيه حاجة أم لا. وأما إذا رجع إلى غير وطنه، ولم يكن له حاجة، ونوى قبل الوصول إليه إقامة مطلقا أو أربعة أيام صحاح، وكان وقت النية ماكثا مستقلا، انتهى سفره بمجرد وصول السور أيضا. أما إذا لم ينو أصلا، أو نوى إقامة أقل من أربعة أيام، فلا ينتهي سفره بوصول السور، وإنما ينتهي بإقامة أربعة أيام صحاح، غير يومي الدخول والخروج

وأما إذا كان له حاجة، فإن لم يتوقع انقضاءها قبل أربعة أيام، بل جزم بأنها لا تقضى إلا بعد الاربعة، انتهى سفره بمجرد المكث والاستقرار، سواء نوى الاقامة بعد الوصول أم لا. فإن توقع انقضاءها كل يوم، لم ينته سفره إلا بعد ثمانية عشر يوما صحاحا

(اعانة الطالبين ج ٢ ص ١١٦)

 

(والحاصل) أن العاصي ثلاثة أقسام الاول: العاصي بالسفر، وهو الذي أنشأ معصية. والثاني: العاصي بالسفر في السفر، وهو الذي قلبه معصية بعد أن أنشأه طاعة، كأن جعله لقطع الطريق ونأى عن الطاعة التي قصدها. والثالث: العاصي في السفر، وهو الذي يسافر بقصد الطاعة وعصى في أثنائه مع استمرار الطاعة التي قصدها

(اعانة الطالبين ج ٢ ص ١١٦)

 

والحاصل أن المسافر العاصي على ثلاثة أقسام عاص بالسفر كأن سافر لقطع الطريق ، وعاص في السفر كمن زنى وهو قاصد الحج مثلا ، وعاص بالسفر في السفر كأن أنشأه طاعة ثم قلبه معصية فالثاني له القصر مطلقا ، والأول والثالث لا يقصران قبل التوبة فإن تابا قصر الثالث مطلقا ، والأول إن بقي من سفره مرحلتان تنزيلا لمحل توبته منزلة ابتداء سفره ، ولو شرك بين معصية وغيرها كأن سافر للتجارة وقطع الطريق فلا يقصر تغليبا للمانع وهو المعصية

(تحفة الحبيب ج ٢ ص ٢٠٢)

 

أَن لَا يَقْتَدِي بمقيم أَو بمتم فِي جُزْء من صلَاته فَإِن فعل لزمَه الْإِتْمَام وَلَو صلى الظّهْر خلف من يُصَلِّي الصُّبْح مُسَافِرًا كَانَ أَو مُقيما لم يجز لَهُ الْقصر على الْأَصَح لِأَنَّهَا صَلَاة لَا تقصر وَلَو صلى الظّهْر خلف من يُصَلِّي الْجُمُعَة فَالْمَذْهَب أَنه لَا يجوز لَهُ الْقصر وَيلْزمهُ الْإِتْمَام وَسَوَاء كَانَ إِمَام الْجُمُعَة مُسَافِرًا أَو مُقيما وَلَو نوى الظّهْر مَقْصُورَة خلف من يُصَلِّي الْعَصْر مَقْصُورَة جَازَ وَالله أعلم

(كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار ص ١٣٨)

 

(ﻓﺮﻉ) ﻓﻲ ﻣﺬاﻫﺐ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻓﻴﻤﻦ اﻗﺘﺪﻯ ﺑﻤﻘﻴﻢ: ﻗﺪ ﺫﻛﺮﻧﺎ ﺃﻥ ﻣﺬﻫﺒﻨﺎ ﺃﻥ اﻟﻤﺴﺎﻓﺮ ﺇﺫا اﻗﺘﺪﻯ ﺑﻤﻘﻴﻢ ﻓﻲ ﺟﺰء ﻣﻦ ﺻﻼﺗﻪ ﻟﺰﻣﻪ اﻹﺗﻤﺎﻡ ﺳﻮاء ﺃﺩﺭﻙ ﻣﻌﻪ ﺭﻛﻌﺔ ﺃﻡ ﺩﻭﻧﻬﺎ ﻭﺑﻬﺬا ﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﻭاﻷﻛﺜﺮﻭﻥ ﺣﻜﺎﻩ اﻟﺸﻴﺦ ﺃﺑﻮ ﺣﺎﻣﺪ ﻋﻦ ﻋﺎﻣﺔ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻭﺣﻜﺎﻩ اﺑﻦ اﻟﻤﻨﺬﺭ ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻭاﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﻭﺟﻤﺎﻋﺔ ﻣﻦ اﻟﺘﺎﺑﻌﻴﻦ ﻭاﻟﺜﻮﺭﻱ ﻭاﻷﻭﺯاﻋﻲ ﻭﺃﺣﻤﺪ ﻭﺃﺑﻲ ﺛﻮﺭ ﻭﺃﺻﺤﺎﺏ اﻟﺮﺃﻱ ﻭﻗﺎﻝ اﻟﺤﺴﻦ اﻟﺒﺼﺮﻱ ﻭاﻟﻨﺨﻌﻲ ﻭاﻟﺰﻫﺮﻱ ﻭﻗﺘﺎﺩﺓ ﻭﻣﺎﻟﻚ ﺇﻥ ﺃﺩﺭﻙ ﺭﻛﻌﺔ ﻓﺄﻛﺜﺮ ﻟﺰﻣﻪ اﻹﺗﻤﺎﻡ ﻭﺇﻻ ﻓﻠﻪ اﻟﻘﺼﺮ ﻭﻗﺎﻝ ﻃﺎﻭﺱ ﻭاﻟﺸﻌﺒﻲ ﻭﺗﻤﻴﻢ ﺑﻦ ﺣﺬﻟﻢ ﺇﻥ ﺃﺩﺭﻙ ﺭﻛﻌﺘﻴﻦ ﻣﻌﻪ اﺟﺰﺃﺗﺎﻩ ﻭﻗﺎﻝ اﺳﺤﻖ ﺑﻦ ﺭاﻫﻮﻳﻪ ﻟﻪ اﻟﻘﺼﺮ ﺧﻠﻒ اﻟﻤﻘﻴﻢ ﺑﻜﻞ ﺣﺎﻝ ﻓﺈﻥ ﻓﺮﻏﺖ ﺻﻼﺓ اﻟﻤﺄﻣﻮﻡ ﺗﺸﻬﺪ ﻭﺣﺪﻩ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻗﺎﻡ اﻹﻣﺎﻡ ﺇﻟﻰ ﺑﺎﻗﻲ ﺻﻼﺗﻪ ﻭﺣﻜﺎﻩ اﻟﺸﻴﺦ ﺃﺑﻮ ﺣﺎﻣﺪ ﻋﻦ ﻃﺎﻭﺱ ﻭاﻟﺸﻌﺒﻲ ﻭﺩاﻭﺩ

(المجموع شرح المهذب ج ٤ ص ٣٥٧)

 

أن لا يقتدي بمقيم فإن اقتدى به وجب عليه أن يتابعه في الإتمام، ولم  يجز له القصر. اما العكس فلا مانع من القصر فيه، وهو أن يؤم المسافر مقيمين، فله أن يقصر. ويسن له إذا سلم على رأس ركعتين أن يبادر المقتدين فيقول لهم: أتموا صلاتكم فإني مسافر. دليل ذلك ما رواه أحمد بسند صحيح عن ابن عباس - رضي الله عنه - أنه سئل: ما بال المسافر يصلي ركعتين إذا انفرد، وأربعاً إذا ائتم بمقيم؟ فقال: تلك هي السنة.

وجاء في حديث عمران - رضي الله عنه - السابق، ويقول: "يا أهل البلد صلوا أربعاً، فإنَّانَا قومٌ سَفَر

(فقه المنهجي ج ١ ص ١٨٧)

 

شروط السفر الذي يباح فيه القصر والجمع: الشرط الأول: أن يكون السفر طويلاً تبلغ مسافته 81 كم فصاعداً، فلا يعتد بالسفر الذي يكون دون ذلك. روى البخاري تعليقاً في (تقصير الصلاة، باب: في كم تقصر الصلاة): وكان ابن عمر وابن عباس رضي الله عنهما يقصران ويفطران في أربعة برد، وهي ستة عشر فرسخاً، وتساوي 81 كم تقريباً. ومثلهما يفعلان توفيقاً، أي بعلم عن النبي - صلى الله عليه وسلم -.

الشرط الثاني: أن يكون السفر إلى جهة معينة مقصورة بذاتها، فلا يعتد بسفر رجل هائم على وجهه ليست له وجهة معينة، ولا بسفر من يتبع قائده مثلاً وهو لا يدري أين يذهب به. وهذا قبل بلوغه مسافة السفر الطويل، فإن قطعها قصر، لتيقن طول السفر.

الشرط الثالث: أن لا يكون الغرض من السفر الوصول إلى أي معصية، فإن كان كذلك لم يعتد بذلك السفر أيضاً، كمن يسافر ليتاجر بخمر أو ليُرَابي أو ليقطع طريقاً، لأن القصر رخصة، والرخصة إنما شرعت للأمانة، ولذلك لا تناط بالمعاصي، أي لا تتعلق بما فيه معصية

(الفقه المنهجي على مذهب الإمام الشافعي ج ١ ص ١٩٠)

 

كون سفره مرحلتين أي طويلا وهو مايساوي ١٦ فرسخا والفرسخ: ٣ أميال والميل: ٤٠٠٠ خطوة فالمرحلتان: ٨٢ كيلو متر تقريبا وتقديره: بسير الأثقال المحملة بالبضائع مدة يوم وليلة مع اعتبار الحط والنزول والراحة.

(التقريرات السديدة ص ٣١٥)

 

( قوله بأن كان دون قدر ركعتين ) تصوير للفصل اليسير فهو أن ينقص عما يسع ركعتين بأخف ممكن على الوجه المعتاد فلا يضر الفصل بوضوء ولو مجددا وتيمم وطلب للماء خفيف وزمن أذان وإن لم يكن مطلوبا وزمن إقامة على الوسط المعتدل في ذلك حتى لو فصل بمجموع ذلك لم يضر حيث لم يطل الفصل

(اعانة الطالبين ج ٢ ص ١٠٣)

 

قول المتن ( فيعصي إلخ ) وقول الغزالي لو نسي النية حتى خرج الوقت لم يعص وكان جامعا لأنه معذور صحيح في عدم عصيانه غير مسلم في عدم بطلان الجمع لفقد النية نهاية ومغني وفي الكردي عن الإيعاب يتجه أن الجاهل كالساهي لأن هذا مما يخفى

(حاشية الشرواني ج ٢ ص ٤٠٠) 

No comments:

Post a Comment