Abu Hirairoh meriwayatkan dari Rasulullah saw bahwa beliau saw bersabda,”Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal : dari sedekah jariyah atau ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakannya.” (HR. Muslim) Kurban seseorang yang ditujukan untuk orang yang sudah meninggal ini bisa disamakan dengan sedekah.
Imam Nawawi menyebutkan didalam Syarhnya,”Doa yang dipanjatkan, pahalanya akan sampai kepada orang yang sudah meninggal demikian halnya dengan sedekah, dan kedua hal tersebut adalah ijma para ulama.” (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi juz XI hal 122)
Imam Nawawi juga mengatakan didalam Syarhnya,”Para ulama telah sependapat bahwa doa seseorang kepada orang yang sudah meninggal akan sampai kepadanya demikan pula halnya dengan sedekah yang ditujukan kepada orang yang meninggal, pahalanya akan sampai kepadanya dan tidak mesti orang itu harus anaknya. (Al Majmu’ juz XV hal 522, Maktabah Syamilah)
Para ulama telah bersepakat bahwa sedekah seseorang kepada orang yang telah meninggal akan sampai kepadanya, demikian pula ibadah-ibadah harta lainnya, seperti membebaskan budak. Adapun perselisihan dikalangan para ulama adalah pada masalah ibadah badaniyah, seperti sholat, puasa, membaca Al Qur’an dikarenakan adanya riwayat dari Aisyah didalam shohihain dari Nabi saw,”Barangsiapa yang meninggal dan masih memiliki kewajiban puasa maka hendaklah walinya berpuasa untuknya.” (Majmu’ Fatawa juz V hal 466, Maktabah Syamilah)
Dalil lain yang juga digunakan oleh para ulama didalam membolehkan kurban bagi orang yang meninggal adalah firman Allah swt,”dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,” (QS. An Najm : 39)
Dalam menafsirkan ayat tersebut, Ibnu Katsir juga menyelipkan sabda Rasulullah saw,”Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal : dari sedekah jariyah atau ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakannya.” (HR. Muslim) dan dia mengatakan, ”Tiga golongan didalam hadits ini, sebenarnya semua berasal dari usaha, kerja keras dan amalnya, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, ’Sesungguhnya makanan yang paling baik dimakan seseorang adalah dari hasil usahanya sendiri dan sesungguhnya seorang anak adalah hasil dari usaha (orang tua) nya.” (Abu Daud, Tirmidzi, an Nasai dan Ahmad) Dan sedekah jariyah seperti wakaf dan yang sejenisnya adalah buah dari amal dan wakafnya.
Firman Allah swt., ”Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasiin : 12) –(Tafsir Ibnu Katsir juz VII hal 465, Maktabah Syamilah)
Jadi dibolehkan seseorang berkurban untuk orang yang sudah meninggal terlebih lagi jika orang yang sudah meninggal tersebut masih ada hubungan kerabat dengannya.
Dalam Kitab :
Dalam Kitab :
الأُضْحية
أحكام وآداب وشروط وثمرات
حكم الأضحية عن الأموات:
الأصل في الأضحية أنها للحي كما كان النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه يضحون عن أنفسهم وأهليهم خلافاً لما يظنه
العامة أنها للأموات فقط.
وأما الأضحية عن الأموات فهي ثلاثة
أقسام:
* القسم الأول:
أن تكون تبعاً للأحياء كما لو ضحى الإنسان عن نفسه وأهله وفيهم أموات فقد كان
النبي صلى الله عليه وسلم يضحي ويقول: "اللهم هذا عن
محمد وآل محمد وفيهم من مات سابقاً".
* القسم الثاني: أن يضحي عن الميت
استقلالاً تبرعاً مثل أن يتبرع لشخص ميت مسلم بأضحية فقد نص فقهاء الحنابلة على أن
ثوابها يصل إلى الميت وينتفع به قياساً على الصدقة عنه، ولم ير بعض العلماء أن
يضحي أحد عن الميت إلا أن يوصي به لكن من الخطأ ما يفعله كثير من الناس اليوم
يضحون عن الأموات تبرعاً أو بمقتضى وصاياهم ثم لا يضحون عن أنفسهم وأهليهم الأحياء
فيتركون ما جاءت به السنة أن يضحي الإنسان عنه وعن أهل بيته فيشمل الأحياء
والأموات وفضل الله واسع.
* القسم الثالث: أن يضحي عن الميت بموجب
وصية منه تنفيذاً لوصيته فتنفذ كما أوصى بدون زيادة ولا نقص.
No comments:
Post a Comment